Selamat Datang di Blog Sejuta Karya

Mari Beraksi dan Berbagi Ispirasi.

Selamat Datang di Blog Sejuta Karya

Mari Beraksi dan Berbagi Ispirasi.

Selamat Datang di Blog Sejuta Karya

Mari Beraksi dan Berbagi Ispirasi.

Selamat Datang di Blog Sejuta Karya

Mari Beraksi dan Berbagi Ispirasi.

Selamat Datang di Blog Sejuta Karya

Mari Beraksi dan Berbagi Ispirasi.

Selasa, 10 Desember 2013

YURI PRATAMA WIDIYANA - Mengubah Bulu Babi Jadi Emas

Bulu babi (sea urchin) selama ini dianggap sebagai hewan pengganggu di laut. Durinya yang beracun membuat bulu babi disingkirkan jauh-jauh. Namun, Yuri Pratama Widiyana menemukan nilai emas pada bulu babi da membudidayakannya bersama para nelayan, agar mereja memiliki hidup yang lebih baik.
Pria kelahiran Jakarta, 15 Juli 1984 ini sedang melakukan riset eco-tourism ke Pulau Menjangan, Gilimanuk, Bali, saat ia melihat nelayan di sana membersihkan karang-karang dari bulu babi, kemudian dikubur atau dibakar. Tujuannya, agar tidak terinjak oleh wisatawan.
Sepulangnya dari Pulau Menjangan, secara tidak sengaja ia menonton sebuah acara TV yang menayangkan liputan anak-anak nelayan Karimunjawa yang suka makan telur bulu babi mentah-mentah! Cangkang hewan berbentuk bulat, berwarna hitam, dan memiliki duri-duri seperti landak ini dipecahkan, kemudian isi di dalamnya mereka makan! Jika bisa dimakan, berarti bulu babi bisa dijual, demikian ide bisnis ini bermula.
Ia kemudian melakukan pencarian lebih lanjut tentang manfaat bulu babi. Ia menemukan bahwa seluruh bagian tubuh bulu babi memiliki nilai ekonomi. Telurnya dapat dikonsumsi, cangkangnya bisa dijadikan bahan baku kerajinan tangan atau tepung pakan ternak. Ususnya bisa disulap jadi pupuk organik, dan proteinnya sangat tinggi sehingga cocok untuk menjadi suplemen kesehatan.
Penemuan yang paling penting adalah di negara-negara seperti Jepang, Irlandia, Finlandia, Australia, dan lainnya, bulu babi dikonsumsi dan harganya yang mahal! Jepang sendiri mengimpor 80.000 ton bulu babi per tahunnya, berasal dari Amerika Serikat (48,5%), Korea Selatan (20,6%), Kanada (7,6%), Chile (7,4%), China (6,6%), Korea Utara (3,9%) serta Rusia (3,6%), dengan total nilai pasar bulu babi secara global sebesar US$ 200 juta. Sayangnya, Indonesia yang lautnya sangat luas ini tidak mengekspor bulu babi.
Berbekal penelitian lama tentang cara budidaya dan pengolahan bulu babi yang ia temukan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), ia memulai pembudidayaan bulu babi di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu. Yuri memilih memulai dari Kepulauan Seribu karena ia melihat para nelayan mengalami berbagai permasalahan baik sosial atau lingkungan, seperti sistem perdagangan yang tidak sehat, biaya melaut yang tinggi plus resiko tinggi saat melaut, serta kerusakan lingkungan.
Salah satunya adalah sistem tangkap ikan yang disebut "Murami". Para nelayan menangkap ikan di terumbu karang dengan cara menyelam tanpa peralatan keamanan yang standar. Akibatnya, tingkat kematian cukup tinggi terjadi di kalangan nelayan, plus kerusakan lingkungan akibat terumbu karang  yang terinjak-injak.
Dengan membudidayakan bulu babi di daerah pesisir pantai, para nelayan tidak perlu melaut dengan cara yang beresiko seperti itu. Tidak mudah pada awalnya, karena membudidayakan bulu babi tidak memberikan hasil instan, sedangkan para nelayan sudah terbiasa ,mendapatkan hasil instan dari pergi malam pulang pagi membawa ikan. Pendekatan terus dilakukan, awal-awal ia mendapatkan lima orang nelayan saja yang mau bekerja sama di bawah Urchindonesia.
Panen pertama adalah 50 kg telur, Yuri menawarkan telur ini ke restoran-restoran Jepang, namun ditolak karena mereka biasa mengimpor dari luar negeri. Kesulitan keuangan pun dihadapi karena biaya produksi tinggi dan penjualan yang seret. Dua partner Yuri mengundurkan diri, produksi pun ditutup sementara. Saat ia sudah menyerah, seorang teman menginformasikan mengenai acara Wismilak Diplomat Success Challenge, sebuah kompetisi enterpreneurship yang ditayangkan di televisi. Berhasil mengatasi semua tantangan, ia menang dan mendapatkan modal untuk kembali menghidupkan Urchindonesia.
Memiliki visi mengembangkan generasi "Nelayanpreneur", Urchindonesia kini beroperasi di Kepulauan Seribu (Pulau Tidung, Pulau Panggang, dan Pulau Pari), serta memiliki mitra budidaya di Bali, Lombok, Karimun Jawa, dan sebagainya. Dari segi pemasaran, berbagai restoran Jepang dan supermarket mengambil suplai dari Urchindonesia. Sebuah perusahaan farmasi di Semarang juga membuat suplemen protein dari bulu babi. Ke depannya, Urchindonesia mengembangkan konsep integrated multi tropical aquaculture bekerja sama dengan berbagai pihak mulai dari lembaga internasional, universitas, LSM dan sebagainya.


Sumber : Buku 101 Young CEO

http://planetmodis.com/
 

Kamis, 05 Desember 2013

FAUZAN RACHMANSYAH - Mantan Pecandu yang Sukses Bikin Susu

Susu bukanlah minuman favorit masyarakat Indonesia, terluhat dari rendahnya konsumsi orang Indonesia terhadap susu. Fauzan Rachmansyah, pemuda yang dulunya pecandu narkoba ini berusaha meningkatkan konsumsi susu di masyarakat melalui bisnisnya yang bernama Kalimilk. Kini ia sukses mengembangkan Kalimilk menjadi brand susu paling favorit.

Saat usia SMP dan SMA, lelaki kelahiran 17 Januari 1985 ini terjerat narkoba. Setelah direhabilitasi, ia diperintahkan pindah lingkungan oleh ayahnya, agar tidak kembali lagi ke narkoba. Ia pun hijrah ke Yogya selulusnya dari SMA, tahun 2003. Di sana, ia harus berjuang agar tetap hidup, sementara ia harus kuliah di Fakultas Hukum Univeersitas Islam Indonesia. Berbagai pekerjaan ia lakoni agar tetap hidup, antara lain menjadi penjual sepatu, kemeja keliling, penjual spare part kendaraan sampai sopir truk. Hidupnya memang berat, apalagi setelah ayahnya meninggal dunia tahun 2004.

Titik balik hidupnya mulai terlihat saat ia ditawari seorang keluarga untuk menjalankan bisnis jejaring dari penjualan pulsa. Dari pekerjaan itu, ia mendapatkan penghasilan cukup besar yang ditabungnya untuk membeli tanah, kemudian menikah. “Tahun 2007 sudah bisa beli tanah, dan dibangun rumah. Di situ mulai ada ide beternak sapi perah, dan sampai awal 2010 jumlah sapi sudah mencapai 52 ekor,” Ungkap Fauzan.

Setiap kali ada tamu atau kerabat yang datang ke rumahnya, Fauzan selalu menyajikan susu segar dari sapi-sapinya. Terkadang, istrinya menambahkan rasa buah seperti anggur, jeruk, jambu, dan sebagainya. Tanggapan para tamu selalu “susunya enak, kenapa nggak dijual saja?”

Di sisi lain, ia juga mendengar para peternak sapi perah yang mengeluh harga susu di pasaran terlalu rendah dibandingkan harga pakan sapi. Ia pun merasa terpanggil untuk membuat kehidupan para peternak sapi perah itu menjadi lebih baik.

Berdasarkan dua kondisi tersebut, Fauzan membuka tempat nongkrong anak muda untuk minum susu sapi bernama Kalimilk, awal Januari 2011. Kalimilk singkatan dari Kaliurang Milk, sedangkan Kaliurang sendiri adalah tempat peternakan sapi-sapi yang menjadi suplier Kalimilk.

Setelah dibuka, animo masyarakat untuk menikmati susu segar di Kalimilk sangatlah tinggi. Padahal, ada dua kedai yang dibuka, satu di kawasan Nologaten, belakang Ambarukmo Plaza, satu di Jl. Lempongsari Raya, Sleman. Padahal, Kalimilk juga layanan delivery ordery. Lebih dari seribu liter susu segar dihabiskan setiap harinya.

Sebagai anak muda di era internet, Fauzan sangat cerdas dalam memanfaatkan social media untuk bisnisnya. Ia sangat aktif berinteraksi dengan para penggemar dan followersnya yang disebutnya NENENers. Buktinya, per April 2013 ini akun Twitter resmi Kalimilk memiliki hampir 28ribu followers. Bandingkan dengan produk olahan susu lainnya yang sudah lebih dulu ada baru lebih dari dua ribu, dan brand dunia @Nestle hanya 15 ribuan.

Tahun 2011, omzet Kalimilk dari kedua kedai itu mencapai 1,1 miliar setahun, Fauzan pun diganjar penghargaan Wirausaha Muda Mandiri 2011. Rencananya, ia akan melebarkan sayap ke kota-kota lain di Indonesia dan memiliki rencana agar produknya dapat dibeli di hypermarket modern.


Sumber : Ilman Akbar dalam buku 101 Young CEO

http://planetmodis.com/

Selasa, 03 Desember 2013

ALWEEN ONG – Mendulang Untung dari Ponsel Rusak



Ala bisa karena biasa. Pepatah itu sangat tepat ditunjukan bagi Alween Ong, yang tidak memiliki latar belakang pendidikan servis ponsel, namun sukses di bisnis servis ponsel di Medan, Sumatera Utara. Bahkanm wanita kelahiran 1985 ini juga memiliki bisnis digital printing, semua di bawah bendera Alcompany Indonesia dengan total omzet ratusan juta rupiah per bulan.

Berasal dari keluarga yang memiliki keadaan ekonomi sulit (ayahnya sudah tiada), Alween berhasil kuliah di Jurusan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Setelah kuliah, Alween melakukan apa saja untuk bisa menghasilkan uang. Mulai dari menjual buku-buku bekas pakai, berjualan ikat pinggang, sales kartu kredit, sampai menjadi makelar bagi temannya yang ingin menjual kendaraan. Alween juga menjual telepon selular (ponsel) dengan sistem komisi.

Suatu saat pada tahun 2006, ponsel milik temannya rusak. Alween pun mencoba memperbaiki ponsel tersebut. Melihat anak-anak muda sekarang tidak ada yang bisa hidup tanpa ponsel, ia tertarik untuk lebih serius mendalami dunia servis ponsel secara otodidak. Membaca buku, melihat temannya memperbaiki ponsel, sampai otak atik sendiri. Akhirnya Alween pun memperbaiki ponsel rusak dan membuka bisnis reparasi ponsel.

Salah satu hal yang meyakinkan Alween untuk membuka bisnis ini adalah bahwa orang-orang tidak selalu beli ponsel baru saat rusak. “Soalnya, biar pun bisa beli yang baru, banyak juga orang yang sayang pada ponselnya. Selain nilai ekonomis, ada nilai sentimental di situ. Orang malas mengganti ponsel bila sejarahnya sangat berarti untuknya. Dan itu berarti peluang bisnis yang bisa dimanfaatkan,” jelas Alween.

Outlet pertama bisnisnya yang disebut Clinic Handphone ia buka di pasar USU, Sumatera Utara. Di outlet ini, Alween one (wo)man show. Semua ia lakukan sendiri, saat ia sakit, tokonya pun tutup. Akan tetapi, pelayanan Alween sangat prima, pelanggannya sangat setia. Plus, saat itu di Medan belum banyak outlet yang fokus hanya pada servis ponsel (kebanyakan jual ponsel). Bisnisnya pun berkembang, ia sudah bisa merekrut staf untuk membantunya. Modal pinjaman Rp8 juta pun ia kembalikan dalam waktu setahun.

Tidak puas hanya memiliki bisnis reparasi ponsel, tahun 2009 Alween melihat fenomena anak-anak muda yang suka narsis dan mengekspresikan dirinya dalam bentuk aksesoris. Ia pun p=mendirikan Narsis Digital Printing yang menerima cetak mug, pin, kaus, topi, dan lainnya. Saat ini Narsis Digital Printing juga ditawarkan dalam bentuk kemitraan.

Walaupun sudah sukses dengan Clinic Handphone dan Narsis Digital Printing, Alween tidak lupa bagaimana kondisi dirinya sebelum sukses seperti sekarang. Ia membuka pelatihan teknisi servis ponsel bagi orang-orang tidak mampu, dengan tujuan mereka akan membuka jasa servis ponsel mereka sendiri dan mengurangi pengangguran. Alween tidak takut tersaingi, karena persaingan akan membuat siapa pun lebih kreatif. Lagi pula, binaannya bisa bermitra dengannya dalam membeli komponen. Pasar servis ponsel masih luas, siapa yang hari ini tidak punya ponsel?

Quick Tips
Temukan masalah yang dihadapi oleh pasar, lalu sediakan solusinya. Pasar akan bersedia membayar untuk menyelesaikan masalahnya, seperti servis ponsel & digital printing Alween.
Jangan berbisnis one man show, karena namanya jadi berdagang dan sulit berkembang. Banyak pedagang kaki lima yang sudah bertahun-tahun jualan tapi jualannya begitu-begitu saja. 

Sumber : Ilman Akbar dalam buku 101 Young CEO

http://planetmodis.com/

Senin, 02 Desember 2013

KHAFIDZ NASRULLAH - Pemuda Desa yang Jadi Juragan Minyak Atsiri

Pemuda ini adalah orang pertama dari desa kecil di Kendal, Jawa Tengah, yang mencicipi pendidikan tinggi. Sempat bekerja serabutan saat kuliah, bisnis pertamanya harus bubar karena gerobaknya dicuri, ia menemukan “permata” di kampung halamannya sendiri. Khafidz Nasrullah pemuda desa itu, sukses bersama Kemdal Agro Atsiri, perusahaan pengolahan minyak atsiri (essential oil) miliknya.

Pemuda kelahiran Kendal, 11 Maret 1989 ini berhasil masuk kuliah di Teknik Industri Universitas Islam Negeri Yogyakartasetelah orang tuanya menjual kambing peliharaan mereka. Ia dijanjikan mendapatkan beasiswa dari pemerintah daerah namun gagal karena birokrasi yang tidak kunjung selesai . memahami kondisi keluarganya, khafidz berhenti meminta uang kepada orangtuanya pada semester dua. Ia lalu bekerja serabuta untuk menyambung hidup, seperti mencari burung kenari dari desanya  dan membantu lembaga-lembaga survei menyebar kuisioner.

Khafidz mulai berpikir untuk mebuka bisnis sendiri. Awalnya ia menjalankan sebuah angkringan didekat kampus milik temannya. Kemudian ia mebeli angkringan senilai 1,5 juta rupiah itu dengan cara mencicil. Angkringan itu dikelolanya sendiri sambil kuliah. Walaupun harus bangun lebih pagi dan tidur lebih malam setelah tutup, ia bersyukur bisa membiayai makan, kos, dan uang semeteran selama tiga tahun dari angkringannya itu. Malangnya, gerobak angkringannya itu dicari orang saat iya bepergian keluar kota.

Saat pulang ke desanya yang dikelilingi lebih dari 1000 hektar kebun cengkih itu, ia melihat banyak sekali daun cengkih yang berguguran dan tidak dimanfaatkan. Setelah ia cari tahu, ternyata di desanya ada sebuah penyulingan minyak atsiri. Khafidz menemui pemiliknya untuk mengetahui minyak atsiri itu dijual kemana. Jawaban pemilk penyulinganitu memberikan ide bisnis nagi Khafiz, yaitu “saya jual kemanapun laku!”.

Khafidz segera mempelajari lebih jauh tentang proses penyulingan daun cengkih menjadi minyak atsiri, termasuk kebutuhan finansial untuk alat penyulingan. Ia menghitung dalam proposal rencana bisnisnya, modal yang dibutuhkan mencapai Rp 80 Juta! Jelas itu bukan jumlah uang yang dimiliki  oleh pemuda sederhana ini tahun 2010.

Berbekal proposalnya, Khafidz terus mencari orang yangmau memodali rencana bisnisnya ini. Akhirnya orang ke-9 yang ditemuinya, sesama mahasiswa juga, bersedia menginvestasikan uangnya secara bertahap sampai mencapai Rp 80 Juta. Khafidz memilih cuti kuliah agar fokus menjalankan bisnisnya yang dinamakan Kendal Agro Atsiri (KAA) ini.

Dari satu unit mesin suling, KAA memproduksi sekitar 500 kg minyak setiap bulan. Minyak atsiri ini dijual kepada perusahaan lain seperti produsen obat atau kosmetik diolah kembali menjadi produk berikutnya. Berjalan satu tahun, modal Rp 80 Juta itu sudah kembali. Khafidz kemudian berkeliling jawa untuk memperluas pasar KAA. Ternyata pasarnya tidak hanya di Indonesia, tapi juga ada di luar negeri sehingga iapun bekerjasama  dengan perusahaan eksportir. Sampai saat ini, pasar da;am negeri mencapai 60 % dan pasar ekspor 40%. Artinya, masih besar potensi dari pasar ekspor.

Tahun 2012, total minyak yang dihasilkan Khafidz sebesar 1.5 ton perbulan. Ia mempekerjakan 450 orang yang terlibat dalam seluruh rangkaian proses penyulingan, sebagian besarnya adalah ibu-ibu pengumpul daun cengkih yang sehari-hari menjadi buruh tani dan pabrik. Dari pekerjaan ini, mereka bisa mendapatkan tambahan hingga Rp1 juta per bulan.

Target Khafidz pada 2013 adalah meningkatkan kapasitas jadi 36 ton per tahun, untuk mencapai impiannya menjadi produsen the best essential oil in the world.


Apa yang membuat Khafidz sukses? “ untuk membuat bisnis sukses tentunya kita perlu mempunyai pengetahuan medalam tentang bisnis yang dijalankan dan juga rancangan pengembangan bisnis yang terukur. Bagi saya, tidak cukup barang hanya laku, tetapi kita tidak tahu barang kita laku oleh siapa. Jadi pemahaman bisnis luar-dalam hulu dan hilir wajib hukumnya,” jawabnya.

Khafidz bisa dihubungi lewat emailnya khafidz_n@yahoo.co.id atau twitternya @khafidzn

Sumber : 101 Young CEO

http://goo.gl/dBwkEx

Sekilas Pesta Wirausaha Passion for Fashion

Momentum entrepreneurship di indonesia ditandai dengan Booming-nya kelas ekonomi menengah pada tahun 2010. Menurut Yuswohadi, peneliti dari SWA, capaian ekonomi menengah Indonesia dicirikan dengan tercapainya GDP masyarakat Indonesia Sebesar $3000. Hal ini tentu saja meningkatkan daya beli masyarakat yang menjadi faktor kuat tumbuhnya entrepreneurship.

Bandung adalah kota Entrepreneur. Sebutlah saja komunitas entrepreneur, seperti komunitas Tangan Di Atas (TDA) Bandung, yang terus tumbuhdan berkembang baik dari segi kualitas maupun kuantitas di kota ini. Beragam kegiatan entrepreneur periode mingguan, bulanan atau tahunan seperti  Pesta Wirausaha TDA Bandung menjadi penyemarak kekuatan Entrepreneurship di kota ini. Lihatlah wisatawan domestik yang jumlahnya pada akhir pekan terus meningkat. Belum lagi wisatawan mancanegara yang terus melakukan peningkatan aktifitas transaksi di kota bandung. Sampai-sampai beberapa maskapai penerbangan meningkatkan frekuensi penerbangan ke kota ini.

Profil entrepreneurship kota Bandung yang melekat adalah fashion, sebutannya bandung Paris van Java. Beragam jenis fashion kreatif dari ujung kepala sampai ujung kaki lahir mewarnai kancah nasional bahkan internsional. Bukan hanya produk fashion hilir, bahkan hulunya, tekstil, garmen berada dikawasan Bandung. Profil inilah yang melatarbelakangi komunitas Bisnis TDA Bandung mengangkat tema Passion for Fashion dalam event Pesta Wirausaha tahun 2013 untuk dijadikan peluang bersama bagi para komunitas bisnis, pelaku bisnis, masyarakat, pemerintah dan perbankan.

Ada beberapa catatan penting dari Pak Walikota Bandung -Ridwan Kamil- untuk para wirausahawan Bandung, beberapa diantaranya:
1. Bandung diminati Malaysia dan Timur Tengah. Hal ini menarik karena semakin dekatnya kita dengan AFTA maka produk-produk kreatif dan berkualitas dari Bandung, kedepannya akan Kang Emil (panggilan akrab Ridwan Kamil) promosikan ke dua negara tersebut. 
2. Bandara di Bandung akan dipercantik agar mempermudah wisatawan asing untuk langsung berkunjung ke kota Bandung.
3. Disediakannya bus wisata 2 tingkat untuk para wisatawan asing yang datang ke Bandung.

Dari sekian banyak rencana pembangunan Bandung ke depan, tentu ini merupakan peluang bagi wirausahawan Bandung untuk berlomba-lomba menghasilkan produk unik dan berkualitas agar bisa go internasional. (DA)


http://goo.gl/dBwkEx

Minggu, 01 Desember 2013

YOHANES AURI – Agensi Desain yang Berawal dari Kamar Tidur, Kini Punya Ratusan Klien

PT Flux Asia Solusindo adalah sebuah agensi desain yang kini menjadi salah satu agensi desain paling terkemuka di Jakarta, dengan lebih dari 200 klien di tahun 2012. Kita harus tahu kisah bahwa perusahaan ini berasal dari kamar tidur, tempat Yohanes Auri, pendiri sekaligus pemiliknya, mengerjakan proyek-proyek desain sejak kuliah.

Pria kelahiran Jakarta 8 Februari 1985 ini bermimpi memiliki sebuah perusahaan desain miliknya sendiri. Mimpi itu ia wujudkan dengan muulai mengerjakan berbagai proyek desain saat kuliah di Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Bina Nusantara.

Proyek pertama Auri datang pada tahun 2004, yaitu mendesain sebuah logo kafe dengan nilai Rp8 juta. Ia merasa memiliki sedikit keahlian dalam menjual, sehingga ia sering mendapatkan proyek desain dari berbagai pihak. Semua pekerjaan dilakukan di kamarnya yang berukuran 4 x 4 m dengan komputer yang masih pentium III, karena ia tidak tega meminta orang tuanya membelikan komputer baru.

Lulus pada tahun 2006, ia masih bertekad untuk melanjutkan usahanya. Incarannya adalah perusahaan-perusahaan besar. Sayangnya, hingga dua-tiga bulan setelah ia lulus, tidak ada satu pun proyek yang ia dapatkan. Ia sempat berdoa kepada Tuhan, kalau sampai  akhir bulan ia tidak mendapatkan proyek juga, impiannya membangun Fluc dibuang.

Auri sendiri aktif di gereja dan giat memberikan pelayanan dalam bentuk membuat desain dan menyebarkan majalah gereja secara gratis. Tuhan menjawab kegelisahan Auri tadi dengan cara yang tidak disangka-sangka. Salah satu jemaat di gerejanya menyukai desain majalah buatan Auri. Orang itu adalah pengurus asosiasi perbankan bernama Certificate Wealth Manager Association (CWMA). Ia pun memberikan pekerjaan kepada Auri untuk membuat desain undangan dan buku kelulusan untuk sebuah acara CWMA. Nilainya Rp20 juta yang merupakan proyek terbesarnya saat itu.

Acara CWMA itu dihadiri oleh petinggi berbagai perusahaan perbankan. Ia yang hadir disana memberanikan diri untuk berkenalan dan menjual jasanya. Dari situ ia mendapatkan beberapa proyek. Ia pun menutup tahun 2006 dengan tiga klien perusahaan dan beberapa proyek kecil.
Auri masih menjadi single fighter hingga tahun 2007-an. Ia merangkap jabatan dari pemilik, desainer, kurir, bagian keuangan, dan sebagainya. Ia sendirian menawarkan jasa ke lebih dari 40 perusahaan melalui faks atau telepon. Sudah pasti lebih banyak penolakan dari pada penerimaan, bahkan ada yang langsung membanting telepon begitu ia memperkenalkan diri. Tapi, perjuangan Auri tidak sia-sia. Dari puluhan yang ditelepon, ada satu perusahaan yang tertarik menggunakan jasanya. Sejak tahun itu, ia berani merekrut desainer untuk bekerja kepadanya.

Flux Desain pun berkembang. Tahun2009 ia memiliki enam orang karyawan, hingga harus melebarkan kamarnya agar muat menampung mereka semua. Tahun 2010, ia membuat badan usaha berbentuk PT agar bisa mengikuti tender-tender. Klien-klien besar pun ia peroleh.

Tahun 2012 yang lalu ia mendirikan usaha digital printing untuk mensinergikan usahanya, sehingga biaya cetak menjadi lebih murah. Kantor Flux pun sudah bukan di kamar Auri lagi, melainkan di sebuah rumah yang ia beli dari hasil perjuangan usahanya bertahun-tahun. Dengan 200-an klien tahun2012 lalu, Auri memiliki target untuk memiliki klien internasional di tahun ini.



Quick Tips
1.       Ora et labora, berdoa dan bekerja. Dekat dengan Tuhan, bekerja dengan keras, kesuksesan ada di depan mata.
2.       Latihlah kemampuan menjual, itu yang membedakan pebisnis dengan bukan pebisnis.


  Sumber : 101 Young CEO
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
http://goo.gl/dBwkEx

Sabtu, 30 November 2013

HENDY SETIONO - Drop Out yang Jadi Pionir Kebab di Indonesia

Kalau mendengar kata "kebab", apa yang ada di pikiran kamu? Saya sih langsung terpikir Kebab TUrki Baba Rafi dengan gerobak kuning cerah dan merahnya. Ya, Kebab Turki Baba Rafi adalah pionir dan pemimpin besar pasar kuliner kebab di Indonesia, dirintis oleh Hendy Setiono tahun 2003 saat berumur 20 tahun. Siapa sangka dia memilih DO dari kampusnya dulu?

Kisah hidup pria kelahiran Surabaya, 30 Maret 1983 ini menunjukkan sikap yang bagi banyak orang terlihat nekat. Akan tetapi, sebenarnya lebih tepat disebut berani dan bersungguh-sungguh. Suatu waktu, Hendy berlibur sekaligus melepas kangen dengan ayahnya yang sedang tugas sebagai operator perusahaan minyak di Qatar. Di sana, ia melihat banyak penjual kebab, makanan khas Timur Tengah & Afrika berbahan daging yang dipanggang dan disajikan dengan tortilla. Hendy yang memang menggemari wisata kuliner pun mencicipinya. Ia langsung berpikir & menemukan satu peluang bisnis, "Di Indonesia tidak ada bisnis kebab, bagaimana kalau saya menjual kebab?".

Saat kembali ke Indonesia, Hendy yang saat itu masih tercatat sebagai mahasiswa Teknik Informatika Institut Teknologi Surabaya mengutarakan niatnya untuk berhenti kuliah dan fokus di bisnis. Tentu saja orang tuanya tidak langsung mengizinkan. Namun tekadnya sudah membulat, ia benar-benar men-DO dirinya sendiri. Hal berikutnya yang ia lakukan adalah mencari rekan bisnis dan melakukan eksperimen resep kebab. Dari berbagai varian kebab Timur Tengah, menurutnya kebab Turki adalah kebab yang paling enak. Setelah dimodifikasi, jadilah resep kebab Turki yang cocok dengan lidah Indonesia.

Awal bisnis Hendy dimulai justru dari burger & hot dog dengan brand Yummy Burger. Modal awalnya Rp4 juta rupiah yang berasal dari pinjaman adiknya yang juga berbisnis online. Stategi penjualannya bergerilya, dijual berkeliling menggunakan gerobak di Surabaya. Yummy Burger berkembang cukup baik, outletnya pun bertambah. Begitu mulai ada kompetitor, Hendy berstrategi dengan menambah menu, ya kebab turki itu. Brand Yummy Burger pun berubah menjadi Kebab Turki Baba Rafi. Rafi sendiri adalah nama anak pertamanya Hendy, Baba artinya ayah, jadi arti brandnya adalah "kebab Turki milih ayahnya Rafi".

Bisnisnya tidak langsung berjalan mulus. Awal-awal berbisnis, Hendy pernah berjualan sendiri bersama istri tercinta karena karyawannya sakit. Apes, saat itu hujan turun dengan derasnya sehingga amat sedikit sekali pembeli yang datang ke gerobaknya. Selesai berjualan, mereka makan di warung seafood sebelah gerobak mereka. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, ternyata tagihan makanan mereka di warung itu lebih besar dari omset mereka hari itu!.

Walaupun tidak selesai dalam mengenyam pendidikan formal, Hendy tidak berhenti belajar berbisnis. Ia rajin mengikuti seminar-seminar bisnis dan berguru dengan pengusaha sukses, antara lain Sandiaga Uno dan Purdi E. Candra, pendiri Primagama.

Perjuangan dan konsistensi Hendy bertahun-tahun berbuah manis. Kebab Turki Baba Rafi disukai orang. Jumlah outlet-nya meledak karena Hendy membuka peluang bekerja sama dengan sistem waralaba. Sukses di kebab, Hendy tidak berpuas diri. Ia membuka bisnis lainnya di bidang kuliner juga, yaitu Piramizza, Ayam Bakar Mas Mono, dan Bebek Garang.

Total outlet Kebab Turki Baba Rafi saat ini lebih dari 1.000 buah di Indonesia, Malaysia, dan Filipina, Piramizza 75 outlet, Ayam bakar Mas Mono 50 outlet di Indonesia dan Malaysia, dan Bebek Garang dengan 10 outlet di Jakarta dan Bandung, dengan total omzet miliaran per bulan dan membuka lebih dari 1.600 lapangan pekerjaan. Hendy pun membuktikan lagi, bahwa kesungguhan dan kerja keras akan terus berbuah manis.

Hendy dapat dihubungi lewat e-mail hendy@babarafi.com atau twitter @HendySetiono.



Quick Tips
Niat bersungguh-sungguh harus ditunjang dengan tindakan kerja keras yang nyata.
Dalam berbisnis kita harus punya mentor untuk membantu kita berkembang.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------
http://goo.gl/dBwkEx
 

ANDI SUFARIYANTO - Setahap Demi Setahap Membangun Kerajaan Bisnis

Terlanjur nyemplung dan sekalian basah. Itulah yang dialami Andi Sufariyanto, CEO Natural Body Care Pourvous. Sejak masih duduk di bangku kuliah tahun ke-2, Andi menjalankan bisnis awalnya dengan bermodalkan uang Rp 250.000. Dia memulai bisnis di tahun1999 dan mulai merasakan hasil di tahun 2005 katanya. 

Sedikitnya ada tujuh jenis usaha yang dilakoninya sebelum merintis usaha produk perawatan tubuh. Pasarnya adalah teman-temannya sendiri yang memiliki kantong tipis, tapi mau memiliki ponsel. Setelah dirasa sukses dalam jual ponsel, Andi merambah bisnisnya pada servis hp namun ternyata berjalan kurang lancar dan akhirnya tutup. Beberapa bulan kemudian Andi membuka usaha cuci mobil rumahan. Di waktu yang bersamaan ia juga menjual produk cina serba lima ribu. Pelan tapi pasti, bisnisnya berkembang sambil berbisnis software, aksesoris, dan desain.

Pada September 2007 Andi pun memulai bisnis besarnya ini. Bersama istri tercinta, mereka memproduksi produk-produk kecantikan dan perawatan tubuh karena awalnya ada pesanan produk perawatan dan kecantikan untuk pra nikahnya. Andi memesan kepada temannya yang bisa memproduksi produk-produk kecantikan tersebut dan memasarkan dengan merek Pourvous.

Setelah jalan, Andi semakin fokus dan mencari tahu melalui internet serta media lain bahwa pasar untuk produk kosmetik yang natural sangat besar. “Di internasional sudah billion, sangat besar,” tegasnya. Pourvous berasal dari bahasa Prancis yang berarti “untuk kamu”. Selama tiga tahun berjalan, produksi untuk satu varian mencapai 2.000 per bulan.

Distribusi produk ini sudah hampir mencapai seluruh kota besar di Indonesia. Selama ini Andi menjual produknya secara online serta melalui beberapa distributor. Beberapa varian Pourvous juga sudah pernah diekspor ke Manila sebanyak dua kali.  

Di bawah PT Adila Imperium buatan Andi, kini ia membangun virtual office. Virtual office dengan menyasar pasar UKM. Virtual office berfungsi membantu sebuah kantor dalam menjalankan bisnisnya, sehingga dapat menghemat biaya yang harus dikeluarkan.

Dukungan orang tua sebenarnya kurang dirasakan oleh Andi. “Kedua orang tua saya tidak berbisnis, mereka bekerja dua-duanya. Namun, yang dilakukan Andi untuk mengubah kedua orang tuanya dari yang semula abstain menjadi dukungan adalah dengan melakukan apa yang sudah seharusnya dilakukan seorang anak saat berkuliah yakni berprestasi baik

Rahasia Andi dalam meraih kesuksesannya adalah membangun modal sosial dalam bentuk jaringan. Untuk menjadi sukses diperlukan skill, knowledge dan network. Skill adalah apa yang kita lalui, knowledge adalah apa yang kita pelajari, dan network adalah siapa yang kita kenal.

http://goo.gl/dBwkEx

EGAR PUTRA BAHTERA - Sepatu Kulit Mewah Chevalier

BANDUNG, itb.ac.id - Dalam ajang Sociopreneur Competition yang digelar dalam rangka ITB Fair 2012 baru-baru ini, nama Egar Putra Bahtera cukup memukau perhatian para juri. Egar yang merupakan mahasiswa Teknik Pertambangan ITB angkatan 2009 ini berhasil membawa tim Chevalier menjadi salah satu pemenang dalam ajang prestisius tersebut. Chevalier yang dalam bahasa Perancis berarti ksatria ini merupakan nama dari sebuah brand sepatu karya pengrajin lokal namun dengan kualitas internasional.

Pada awalnya, Egar memulai bisnis tersebut karena hobi. Egar yang memiliki hobi mengkoleksi sepatu, melihat peluang yang sangat besar dalam bidang ini. Menurutnya, dalam segi kualitas, produk sepatu buatan pengrajin lokal memiliki kualitas yang tidak kalah hebat dengan produk luar negeri. "Potensi ini sangat sayang jika hanya dibiarkan," ujar Egar dengan penuh semangat

Egar memulai bisnis tersebut seorang diri. Mulai dari mencari modal awal, melakukan penelitian dan riset untuk menghasilkan sepatu dengan kualitas tinggi, mencari pengrajin yang sesuai, hingga mencari material sepatu dengan kualitas tinggi. Semua itu dia lakukan sendirian tanpa bantuan siapapun.

Menurut Egar, untuk memulai bisnis, kita tidak perlu terpatok dengan latar belakang pendidikan kita. Kita hanya perlu mencari apa yang kita suka, mencari peluang di sana, dan mulai bergerak untuk mencapai tujuan kita.

"Menurut saya, pemimpin yang baik bukanlah pemimpin yang hanya bisa menyuruh anak buahnya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu membimbing anak buahnya. Karena itu saya ingin berusaha mencoba melakukan semuanya sendiri agar saya juga merasakan apa yang dirasakan oleh anak buah saya kelak," kata Egar.

Motivasi Seperti Mandi

Melakukan semuanya seorang diri tentu tidak mudah. Terkadang dia harus melewati berbagai masa-masa sulit di mana seolah-olah sudah tidak ada jalan keluar lagi. Namun berkat motivasi, semangat dan passion yang tinggi, ia berhasil melewati semua itu dengan baik.

Menurut Egar, motivasi itu seperti mandi. Setelah mandi pagi, badan kita menjadi bersih dan segar. Namun setelah beraktifitas seharian, badan kita menjadi kotor dan kita harus mandi lagi. Begitu pula dengan motivasi, pada saat kita mengalami kegagalan, kita harus kembali memotivasi diri kita, sehingga kita bisa kembali bangkit dari keterpurukan  dan siap untuk mencoba lagi.

Hasil Kerja Keras

Kerja keras Egar kini telah membuahkan hasil. Sejak diluncurkan pada bulan April 2011 lalu, kini Chevalier telah memiliki pasar yang menjanjikan. Dulu dia hanya berhasil menjual 100 pasang sepatu pada enam bulan pertama. Sekarang, pada empat bulan terakhir, dia berhasil menjual sebanyak 200 pasang sepatu.

Egar menggunakan presentasi produk melalui situs internet serta kualitas fotografi sebagai ujung tombak pemasaran. Dia juga telah bekerja sama dengan beberapa concept store ternama di indonesia serta mengikuti berbagai pameran fashion. Dengan kualitas produk yang tinggi serta teknik pemasaran yang baik, Egar berhasil membawa nama Chevalier tidak hanya ke pasar nasional, namun hingga ke pasar internasional.

Egar berharap agar dia dapat terus mengembangkan usahanya menjadi lebih besar lagi. Dan ia ingin Chevalier menjadi salah satu dari produk lokal yang kelak bisa disandingkan dengan produk internasional. 

"Hal itu akan menjadi kebanggaan tersendiri, baik untuk saya, maupun untuk para pengrajin sepatu yang sudah berhasil membuat produk sebaik itu," ujar Egar. "Kebanggaan seperti itulah yang tidak bisa dihargai dengan uang," tambahnya.

Sumber : http://goo.gl/4aV6jt

http://goo.gl/dBwkEx

ACHMAD ROFIQ - Film Animasi yang Akan Membanggakan Negeri

Kemampuan berimajinasi tak hanya mendatangkan prestasi bagi Achmad Rofiq. Beragam ide dan fantasi yang dituangkan dalam film animasi telah menjadi bisnis dengan keuntungan besar.

Achmad Rofiq mengawali kariernya di industri kreatif dengan melahirkan CV Kdeep Animation pada pertengahan 2005. Bersama teman kuliahnya, Rofiq yang ketika itu berstatus mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Malang, mulai menggarap film animasi.

Karya pertamanya berjudul Bio Zone dibuat pada 2005. Setahun kemudian, film kedua, A Kite, lahir. Film ini diikutsertakan dalam Festival Film Animasi Indonesia (FFAI) dan masuk sebagai finalis. Pada ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2008, A Kite mendapat penghargaan khusus sebagai film animasi terbaik.

“Untuk Bio Zone memang tidak untuk dipublikasikan, tetapi setelah itu hampir seluruh karya saya dapat dinikmati umum,” ucap Rofiq.  Tidak hanya di dalam negeri, film-film produksi Kdeep Animation juga berkiprah di luar negeri, antara lain di festival Europe on Screen (EOS) dan Japan Asia Graph. 

Menggeluti dunia animasi tidak lepas dari bakatnya menggambar. Ketika duduk di bangku SD dan Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP), dia sering mengikuti lomba menggambar. Namun, kegiatan tersebut jarang dilakukan ketika duduk di bangku Madrasah Aliyah (setingkat SMA) di Ponpes Miftahul Ulum, Kelurahan Kebon Agung, Kota Pasuruan. Barulah ketika kuliah,  hobi mencorat-coret kertas dilakukan lagi olehnya.

Kendati demikian, dia tidak langsung menekuni dunia animasi. Apalagi orang tuanya menginginkan dia menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) selepas lulus kuliah. Rofiq baru tergerak membuat film animasi setelah tidak puas dengan ilmu desain pada perkuliahan. Setelah film pertama lahir, karya demi karya pun akhirnya dihasilkan.

“Karya-karya kita yang lain di antaranya Baby Dian, Catatan Dian, dan Kuku Rock,” ujarnya. Kepiawaian di bidang animasi ini pula yang membawa Rofiq mendapat penghargaan Pemenang I Wirausaha Muda Mandiri 2010 kategori Mahasiswa Program Pascasarjana dan Alumni bidang Industri Kreatif yang digelar Bank Mandiri.

Bergelut di dunia kreatif bukannya tanpa tantangan. Menurut dia, di Indonesia produksi film animasi kurang  mendapatkan dukungan pemerintah. ”Padahal kalau mau berbicara tentang industri kreatif, produksi film animasilah salah satu objeknya,” jelasnya.

Dia mengatakan, untuk membuat sebuah film animasi dibutuhkan waktu lima hingga enam bulan, bahkan sampai setahun. Proses produksinya pun juga melibatkan banyak pihak, mulai dari penulis naskah, sutradara, dubber, editor, dan tenaga terampil lainnya. Lebih dari itu, film animasi juga membutuhkan dana besar. Di sisi lain, dukungan dari pemerintah belum begitu terlihat. “Modal awal kita Rp50 juta. Setiap menang dalam perlombaan hadiahnya kita buat untuk menambah peralatan kerja,” katanya.

Mengikuti ajang Wirausaha Muda Mandiri, menurut Rofiq, menjadi salah satu stimulus keberhasilan usahanya. Selama 2011, misalnya, dia menerima banyak bimbingan dan pembinaan dari Bank Mandiri tentang bagaimana meningkatkan usaha. Lewat program ini, dia juga bisa mengikuti pameran di Singapura dan Malaysia.

“Banyak pengalaman diperoleh saat mengikuti program Wirausaha Muda Mandiri. Yang penting sekarang ini saya merasa lebih percaya diri setelah bekerja sama dengan Bank Mandiri,” ungkap dia.

Seiring pertumbuhan usahanya, pada 2011 Kdeep Animation diubah menjadi PT Digital Global Maxinema (DGM). Jenis usaha yang ditekuninya pun semakin beragam, mulai dari pembuatan iklan, company profile, serial film animasi untuk tayangan televisi, termasuk pembuatan video klip. Salah satu video klip yang sudah dikerjakan milik grup band Padi berjudul Yang Terluka.

“Karena tuntutan bisnis yang terus berkembang itupula alasan kita pindah kantor,” kata dia. Rofiq menuturkan, semula kantor Kdeep Animation berukuran kecil di Jalan Candi Mendut Selatan No 6 Kota Malang, sekarang di Jalan Kebon Jeruk V No 9, Kota Malang. Rofiq kini juga memimpin 15 orang karyawan.

Tidak hanya itu, selama enam tahun menjalankan usaha, tahun lalu PT DGM meraup omzet Rp1 miliar per tahun. Pada tahun ini Rofiq menargetkan omzet perusahaannya mencapai Rp5 miliar. “Peningkatan kinerja perusahaan ini berkat pembinaan Bank Mandiri,” ujarnya.

Yang membanggakan lagi, selain kantor di Malang yang difungsikan sebagai tempat produksi, PT DGM juga memiliki kantor di Jakarta dan Surabaya. “Kantor di Jakarta sebagai tempat marketing adapun kantor di Surabaya sebagai tempat riset. Target kita tahun ini harus bisa menembus pasar internasional,” papar Rofiq.

Dalam hal ini yang dibidik adalah Singapura. Rofiq mengaku ingin membuka kantor di negeri tetangga itu sebagai bukti karya anak negeri ini tidak kalah dengan produk luar negeri. “Semangat kami termotivasi dari para pendiri Candi Borobudur. Dulu dengan keterbatasan teknologi, para seniman mampu memahat batu menjadi bangunan candi. Relief cerita Ramayana yang terukir di dinding candi Borobudur merupakan contoh sebuah hasil produk animasi. Semangat itulah yang menjadikan kita tetap bersemangat untuk terus berkarya,” papar pria yang mengaku terinspirasi membuat animasi dari kakeknya yang suka mendongeng dan menggambar.

Sumber : http://goo.gl/bjHe79

ANDINA NABILA IRVANI - Jutawan Sepatu Lukis


Bisnis dara kelahiran Bandung tahun 1990 ini dimulai pada suatu saat tahun 2008, Dina diminta untuk melukis sepatu sang kakak, Nerissa Arviana (Icha), yang kuliah di Sekolah Bisnis & Manajemen ITB. Saat sepatu lukis itu dibawa kuliah, banyak temannya yang tertarik. Memanfaatkan modal awal hanya sekitar satu juta ruoiah hasil pinjaman orang tuanya, bisnis Dina-panggilan akrab Andina-dan kakaknya pun dimulai.

“Alasan kami tertarik untuk memulai bisnis sepatu lukis adalah karena kami berdua memang suka mengoleksi sepatu, dan kami ingin membuat produk yang bisa kami pakai sehari-hari,” jelasnya. “Saya suka melukis sejak TK dan dengan ini saya bisa memanfaatkan kemampuan lukis saya,” tambahnya.


Meski terbilang bisnis baru, omset mereka terhitung lumayan. Pendapatan sebesar 10 hingga 22 juta kini bisa mereka peroleh per bulan. Pengalaman unik pun juga kerap mereka dapati, diantaranya harus begadang bersama para pelukis freelance untuk mengejar deadline order sepatu, hingga dikirim oleh Binus ke Cina untuk mengikuti China-ASEAN Youth Camp tahun 2009.


Perjuangan Andina pun tidak sia-sia. Di tahun 2008 ia sukses meraih gelar juara dalam Shell Live Wire Business Start Up Award. Dan di tahun 2009, ia masuk dalam daftar nominator di Asia’s Best Young Entrepreneur versi majalah Business Week. Keberhasilannya ini tidak lepas dari dukungan keluarga. “Modal awal kami dapat dari orang tua, tidak besar, dan sekarang kami sudah mengembalikan modal kepada orang tua kami,” tuturnya dengan bangga.


Dalam menjalani bisnis ini, Andina dibantu oleh enam orang pelukis freelance dan seorang asisten. Menurut Andina, kendala dalam menjalani bisnis ini adalah kurangnya stok sepatu polos, sedangkan untuk produksi sepatu polos membutuhkan waktu cukup lama sekitar 2-3 minggu. Untuk saat ini Andina bersama karyawannya mampu menghasilkan hingga 200 pasang sepatu setiap bulan.

sepatu lukis

”Selain melalui website, kami melakukan pemasaran dengan mengikuti bazaar di Jakarta-Bandung, menyebar brosur di SMP dan SMA di lingkungan sekitar kami, dan mengikuti event-event fashion dan entrepreneurship,” tuturnya. “Selain sepatu kami juga menyediakan tas, kaos, serta casing BB lukis. Yang paling sulit dikerjakan terbilang relatif, tergantung dari desain gambar yang diinginkan,” jelas Dina, panggilan akrabnya.


Sebagai co-owner dan creative designer di perusahaan, ia menargetkan produknya khusus untuk remaja Indonesia umur 15 – 22 tahun, dengan range harga mulai dari Rp110.000 – Rp265.000. Tidak hanya ingin memproduksi sepatu lukis yang lebih variatif, tapi ia juga berencana untuk bisa expand ke produkproduk lukis lain serta membuka outlet di kota-kota besar.


Gadis manis yang mengidolakan John Legend dan Alicia Keys ini mengaku sering mendapat inspirasi dari berbagai media seperti fashion tv, majalah, fashion shows, dan fashion blogs. Hampir seluruh desain sepatu dikerjakan olehnya. Sisanya diserahkan pada beberapa freelance designer.

sepatu lukis

“Pembeli bisa membeli desain yang sudah saya sediakan, tapi bisa juga merequest gambar. Desain gambar dan detail sepatunya dapat dikirim via email. Setelah dicek apakah bisa diaplikasikan atau tidak, proses selanjutnya adalah mengirimkan desain sepatunya kepada klien. Setelah diapprove oleh klien, maka klien diwajibkan mentrasfer DP minimal 50 persen untuk melanjutkan ke proses produksi. Begitu pembayaran dilunasi, sepatu dikirim menggunakan TIKI,” jelasnya.


"Entrepreneur yang menginspirasi saya adalah papa saya sendiri. Karena setiap ia berbisnis, ia tidak hanya mementingkan profit bagi diri sendiri, namun juga keuntungan bersama. setiap beliau membuka bisnis selalu dapat melibatkan orang-orang kecil dan membantu mereka untuk berkembang but have a big prospect in the future. Papa saya juga selalu memberikan nasihat yaitu start small, but have a big prospect in the future. Saya setuju sekali, karena dalam berbisnis tidak perlu modal ratusan juta, namun pada awalnya kita bisa memulai dari kecil bahkan tanpa modal, lalu mengembangkannya sedikit demi sedikit dengan keuntungan yang dudapatkan," ucap Dina.

Dina bisa dikontak lewat email andinairvani@gmail.com atau twitter @andinairvani

Sumber : http://goo.gl/Q9SKPU

NYIMAS HURMAH RYZKA -Menjadi Jutawan dengan Bisnis Kain Tradisional

Sungguh beruntung negeri kita kaya akan kain Nusantara. Bila saja setiap orang mau sedikit jeli, warisan budaya ini dapat menjadi sumber emas yang berlimpah.

TOKO TENON Di Jalan Taman Siswa, Palembang, itu tampak ramai oleh pengunjung. Pada tahun 2006 saja, lebih dari 10 ribu orang telah berkunjung ke tempat tersebut, Rumah Tenun, begitulah Hama toko yang menjual berbagai wastra atau kain tradisional Palembang itu. Menghidupkan kembali bisnis yang dulu ditekuni buyutnya, Nyimas tak menyangka usahanya akan maju sepesat itu, bahkan dengan omzet mencapai miliaran rupiah. Konsumennya—yang kebanyakan adalah wanita dari tingkat ekonomi menengah ke atas—bukan hanya datang dari kota sekitar, melainkan jugs dari Jakarta clan Medan. Bahkan, ada pula pelanggan yang datang dari Malaysia, Singapura, Thailand, dan Prancis.

 
MEWARISI DARAH BISNIS
Usia dara berdarah asli Palembang ini belum lagi 25 tahun. Tapi, ia sudah mantap menekuni bisnis kain. Padahal, latar belakang pendidikannya bukanlah bidang tekstil, marketing atau bisnis, melainkan hukum. Lulusan Magister Kenotariatan Universitas Sriwijaya ini sudah mempraktikkan bisnis sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Iseng-iseng, barang yang ia bawa dari rumah, dijual kepada teman-temannya di sekolah. Misalnya, bekal makanan, apa pun jenisnya. Lucunya, dagangannya laris manic di kalangan temannya. Nyimas kecil pun sudah pintar mengelola keuangan. Uang yang ia dapatkan dibagi menjadi beberapa pos. sebagian ia belikan jajanan, sebagian lagi ia 'tabung' dengan cara diselipkan dalam buku tulis.

 

"Belakangan, tak hanya bekal makanan, buku-buku di rumah yang sudah tidak terpakai pun saya jual," ujarnya tergelak. Karena merasa senang saat mendapat uang, Nyimas makin semangat berniaga. Nyimas belia mulai berpikir ke depan. la menyisihkan sebagian uangnya untuk dijadikan modal agar bisa berjualan lagi. Kali ini ia ingin agar jualannya agak sedikit lebih serius. la membeli kacang atom dalam bungkusan besar. Saat malam hari, tangan-tangan mungilnya dengan telaten mengemas kacang-kacang tersebut dalam plastik-plastik es kecil-kecil, lalu kemasan itu ia 'kunci' dengan membakar lipatannya di atas api dari lilin. Pagi harinya ia tawarkan pads teman-temannya. Dan..., laris!
 
Belajar melihat peluang yang ada di sekitar. Songket Palembang milik keluarga telah ada cukup lama, namun hanya dia yang berhasil mengubahnya menjadi bisnis miliaran rupiah.
 

Makin banyak penghasilan yang didapat, Nyimas semakin semangat men- cari uang jajan dan tabungan. Nyimas bahkan merelakan hari Minggunya dihabiskan untuk membuat gula palu. Permen tradisional warna-warni dari gula ini adalah jajanan khas Palembang. Berdua dengan adiknya, ia menjual permen ini di camping rumah. Lama-kelamaan, barang dagangannya merambah ke mana-mana. Berawal dari bekal makanan, kacang clan permen, belakangan diam-diam ia membisniskan makanan yang tersaji di meja makan rumahnya! Entah itu kadang rebus atau nasi goreng. "Yang penting menghasilkan uang. Ha ... ha—ha ... . Begitu seterusnya. Uang yang saya dapat lalu saya kumpulkan untuk membeli sesuatu yang saya inginkan," tuturnya bangga.
 

BONGKAR PINJAM SONGKET NENEK
 

Kedua nenek dari pihak ayah dan ibunya adalah pedagang songket dan perhiasan emas Palembang. Jiwa dagang sang nenek tampaknya mengalir pada darah ibunya, yang dikenal sebagai pedagang songket dari pintu ke pintu. "Dari situlah saya terbiasa mengikuti beliau berdagang songket Palembang, sampai mengikuti pameran tenun," kisah Nyimas.
 

Berjiwa wirausaha memang bukan berarti secara harfiah berbakat dagang, melainkan punya keinginan untuk hidup mandiri dan pandai melihat peluang. Inilah yang ada pada diri Nyimas. Suatu ketika, Nyimas melihat-lihal kain kuno khas Palembang yang dikoleksi neneknya. Warnanya masih sangat bagus, tapi sudah tidak bisa digunakan lagi karena kainnya sudah sangat tua, sehingga terlalu rapuh dan rentan sobek. la merasa sangat prihalin. "Songket milik Nenek adalah Songket Jantung, yaitu songket yang konon benang emasnya dicelup dengan emas 22 karat! Songket tersebut terbilang amat langka, sehingga harganya juga luar biasa mahal. Bisa mencapai Rp100 juta," kata Nyimas.
 

la pun mulai memikirkan cara agar kain langka nan dantik itu bisa digunakan lagi. Ide cemeriang pun muncul, yaitu menduplikasi kain langka tersebut. Nyimas lalu meminjam kain milik neneknya dan ia bawa ke tempat perajin di dekat rumah. Dua bulan kemudian, songket yang ia idamkan pun selesai dibuat. "Saya sangat bahagia, akhirnya songket saya selesai," katanya. Namun, karena merupakan hasil duplikasi, warnanya tidak bisa sama dengan songket aslinya. Songket yang kuno berwarna merah marun, sedangkan duplikatnya berwarna merah cabai. "Saat itu saya baru mengetahui bahwa songket kuno tidak bisa dibuat lagi dengan warna yang sama persis. Yang bisa sama hanya motifnya. Sebab, warna songket kuno 'matang' dengan sendirinya, seiring berjalannya waktu dan dipengaruhi kelembapan udara," urainya.
 

Hal itu tak mematahkan semangat Nyimas untuk memasarkan duplikat songketnya. Selembar kain merah itu berhasil ia jual pada sahabat ibunya yang kebetulan memang sedang mencari songket. Sejak itu Nyimas makin 'ketagihan' menyambangi rumah neneknya, melakukan aksi 'bongkar-pinjam' kain koleksi lainnya. Nyimas pun terus membuat songket duplikat, meski belum tahu untuk apa dan akan dijual kepada siapa. Namun, ibu dan ayahnya tidak keberatan akan kreativitas anak mereka. Sebab, bukankah Nyimas telah membuktikan bahwa ia berhasil menjual songket kreasinya? Siapa tahu ini merupakan langkah awal perjalanan seseorang dalam merintis usaha, pikir orangtua Nyimas bijak.
 
Target market yang dibidiknya tepat, yaitu kelas menengah atas. Karena hanya kelas ini yang memiliki selera dan anggaran untuk membeli produknya.
 
TERJUN LANGSUNG KE PERAJIN
 

Pada 2006, Nyimas sekeluarga menempati rumah baru yang berlokasi di tengah kota. Lantai dasar sengaja dibuat lapang, tak diberi perabot apa pun. Awalnya akan dibuat kantor praktik notaris ayah Nyimas. Tapi, Nyimas punya ide yang lebih brilian. la mengusulkan agar lantai tersebut dijadikan toko, yang langsung disetujui oleh kedua orangtuanya. Mereka tahu benar bahwa kreativitas Nyimas membutuhkan wadah. Akhirnya, lantai itu menjadi display kain tenun. Meski hanya satu lantai, toko tersebut ia beri nama Rumah Tenun.
 

Untuk mempercantik ruangan, Nyimas meminjam koleksi barang antik milik ibunya untuk diletakkan di sudut-sudut ruangan. la pun mulai melancarkan rayuan pada orangtuanya, agar dipinjami modal. "Waktu itu saya sedang kuliah di semester 5. Saya belum punya keberanian yang cukup untuk meminjam pada bank. Lagi pula, apa yang bisa saya jadikan jaminan?" katanya.
Berbekal Rp400 juta dari orangtuanya, Nyimas membeli songket dari perajin. Karena modalnya memang tidak banyak (mengingat kain songket harganya sangat tinggi), ia hanya bisa mengumpulkan 25 pasang kain songket. Itu pun bukan kain yang harganya selangit, melainkan yang harga menengah. Otaknya mulai diputar lagi. Terlintas di kepalanya, kerajinan khas Palembang bukan hanya songket, melainkan juga kain jumputan, kain tajung, kain blongsong, kain prado, kain angkinan, dan batik Palembang.

 
Untuk mengembangkan usaha, dia membuat jaringan seluas-luasnya dengan banyak perajin.
 

Karena ingin memasukkan kain-kain tradisional itu dalam dagangannya, Nyimas pun mulai mengitari Palembang untuk mencari perajin kain-kain tersebut. Perlahan-lahan ia mulai menjalin kerja sama dengan mereka. Nyimas cukup beruntung karena tak harus berakrobat dengan waktu. Kuliahnya baru mulai pukul 16.00 sehingga ia punya banyak waktu untuk berburu. la lalu meminta dua orang tetangga untuk membantunya menjaga toko.
 

Kendati modalnya sudah cukup besar, Rumah Tenun tak lantas mampu menjaring konsumen dalam jumlah banyak. Nyimas sempat bingung memikirkan siapa sebenarnya target pasarnya dan bagaimana caranya agar konsumen mau melirik butiknya itu. Pikir punya pikir, ia lalu memiliki gagasan untuk menghiasi tokonya dengan koleksi kain neneknya. "Risikonya memang besar. Karena, kalau sampai rusak, bagaimana cara saya menggantinya? Padahal, modal belum kembali," tutor Nyimas dengan cemas.
 

Namun, karena koleksi tersebut sangat penting untuk memancing ketertarikan pengunjung, Nyimas tetap nekat meminjam beberapa lembar batik kuno yang harganya sekitar Rp3-5 juta per lembar. Peminjaman itu berbuah manis. Sebuah instansi perbankan minta dibuatkan seragam dari bahan batik motif Palembang tersebut. Semangat bisnisnya makin terbakar.
 

BERANI TAMPIL BEDA
 

Di Palembang cukup banyak toko yang menjual kerajinan daerah. Inilah tantangan terbesar bagi Nyimas. la harus menaklukkan para kompetitor dengan cara yang manis agar usahanya dapat berkembang. la menyusun strategi baru dengan meminjam barang antik ibunya. Kursi tamu antik ia letakkan di toko, agar tamu merasa betah. Tak hanya itu, ia juga menjamu tamu-tamunya dengan berbagai camilan khas Palembang. Tampaknya strategi itu berhasil. Karena merasa betah di sana, para tamu jadi ingin berlama-lama di Rumah Tenun, dan akhirnya tergoda membeli lebih banyak.
 

Inovasi lulusan Magister Kenotariatan Universitas Sriwijaya ini pun dimulai. Nyimas memadukan songket dengan kain batik jumputan. Ternyata, kombinasi itu disukai konsumen. Perlahan-lahan Nyimas mulai bisa membaca selera pasar. "sejak itu saya termotivasi untuk terus melakukan modifikasi, agar konsumen tidak melihat yang itu-itu saja. Saya pun membuat perpaduan kain yang tidak mudah ditemukan di toko lain," kata Pemenang I Bidang Kreatif Wirausaha Mandiri ini dengan bangga. Tak berhenti melakukan inovasi, Nyimas juga memadukan motif batik Palembang dengan batik Madura, batik Pekalongan, dan batik Jepara. Hasilnya, kain hasil karyanya makin diminati.

Bangun kepercayaan—itulah yang membuat klien datang kembali. la tak ragu melayani konsumen yang kecewa dengan produknya dan mengganti rugi kekecewaan itu dengan produk dan servis yang istirnewa, Tak heran konsumen yang kecewa tersebut justru menjadi loyal.


Kain yang ia gunakan pun sebagian besar adalah kain sutra, sehingga kualitasnya sudah ticiak perlu dipertanyakan lagi. Bentuknya bukan hanya lembaran kain, melainkan ada yang sudah dalam bentuk baju siap pakai dengan selera lebih muda, la ingin agar kain-kain ini juga digunakan oleh orang muda, termasuk anak-anak. Sebab, sejak awal terjun di bisnis ini Nyimas memang berniat melestarikan wastra nusantara tersebut.
 

Meski bisnisnya terkesan bebas hambatan, bukan berarti Nyimas tak pernah merugi. Suatu ketika, seorang konsumen memesan songket yang motifnya cukup butuh pengerjaan hingga 5 bulan. Padahal, waktu yang diberikan konsumen hanya 4 bulan. Berhali-hali dengan langkahnya, Nyimas kemudian berunding dengan perajin sebelum menyanggupi permintaan tersebut.
 

Satu ciri khas pengerjaan songket adalah tidak dapat berpindah tangan. Siapa nyana perajin yang telah ditunjuk terkena musibah dan songket yang sudah hampir jadi itu terpaksa berpindah tangan ke perajin lagi. Pada waktu yang dijanjikan, songket itu belum selesai. Karena konsumen marah-marah, Nyimas memberi pilihan pada konsumen tersebut agar memilih kain mana saja yang sudah ada di tokonya. Nyimas terpaksa menelan kerugian, karena songket yang dipilih sebagai gantinya lebih mahal daripada yang dipesan. "Ini menjadi pelajaran berharga buat saya. Sejak itu saya tidak main-main lagi dalam menerima pesanan," kata Nyimas, yang menyebut bahwa konsumen itu kemudian justru menjadi konsumen tetapnya.

Memulai bisnis dari kecintaan. Nyimas sangat menyukai kain-kain tradisional dan punya keinginan kuat untuk melestarikannya. Sehingga, passion berbisnis pun semakin kuat.

Mengikuti pekembangan teknologi, Nyimas tak hanya berpromosi dengan cara tradisional, melainkan juga melalui internet. Media yang dipilihnya adalah situs jejaring sosial, Facebook. Dori sanalah konsumennya berkembang luas ke beberapa negara. Bahkan, konsumen di Singapura rutin melakukan pemesanan. Karena nilai rupiahnya cukup tinggi dan tak ingin mengalami penipuan, Nyimas menerapkan sistem pembayaran terlebih dulu, barulah produknya 'dikirim. Hingga saat ini, setiap tahunnya Nyimas berhasil mendapatkan laba hingga Rp200 juta, dengan 9 karyawan tetap dan puluhan kelompok perajin yang sewaktu-waktu siap membuat songket.
 
Dari Buku: Wirausaha Muda Mandiri Part 2: Kisah Inspiratif Anak-anak Muda Menemukan Masa Depan dari Hal-hal yang Diabaikan Banyak Orang. Oleh: Rhenald Kasali Penerbit: Gramedia (http://goo.gl/fkLeBa)

ARIO PRATOMO - Berbisnis Kargo untuk Perusahaan Penerbangan

Di usia relatif muda, Ario Pratomo mendirikan perusahaan penjualan ruang kargo sendiri. Modalnya, selain duit, adalah jaringan yang luas di bidang kargo dan maskapai asing. Ia bisa membidik celah dalam bisnis ini.

Dua dekade lalu kita sangat akrab dengan pengusaha konglomerat. Lazimnya, para pengusaha ini sudah cukup umur alias setengah baya dan banyak makan asam garam di dunia usaha. Belakangan, mereka menyerahkan usahanya pada generasi kedua atau ketiga. Alhasil, ada sederet pengusaha muda yang namanya tidak asing di telinga, lantaran ada embel-embel nama keluarga mereka.

Namun begitu, banyak pula pengusaha muda yang merintis perusahaan mereka sendiri. Salah satunya adalah Ario Pratomo. Penampilan lelaki berusia 25 tahun ini mungkin seperti para eksekutif muda lain. Tapi, Ario sudah mengendalikan perusahaan sendiri, bernama Unique Kargonize. Ini adalah perusahaan general sales and service agent (GSSA) bagi Etihad Airways. Selama ini memang ada beberapa cara perusahaan penerbangan untuk menjual ruang kargo dalam penerbangan mereka. Mereka bisa menjual lewat perwakilan langsung dalam perusahan penerbangan tersebut, atau mereka bisa menggunakan jasa GSSA. Nah, GSSA ini nantinya yang menjual ruang kargo penerbangan perusahan yang bersangkutan.

Sebenarnya, menurut Ario, ia tidak sendirian mendirikan Unique. “Saya hanya menyetor modal minoritas,” ujarnya merendah. Ia bilang, ada dua pihak lain yangmemiliki Unique. Sewaktu mendirikan Unique, dua tahun lalu, umur Ario baru menginjak 23 tahun. “Saya jadi menonjol karena umur saya belum 25 tahun waktu itu,” dalihnya.

Bukan berarti pria yang lahir pada 31 Juli 1985 ini tidak bermodal apa-apa. Keberanian mendirikan perusahaan sendiri jadi modal yang sangat besar. Kebetulan bidang kargo dan penerbangan bukan hal baru bagi Ario. Setelah lulus dengan cepat — pada umur 20 tahun — dari Edith Cowan University, Australia, Ario bergabung dalam Speedmark Indonesia. Speedmark Indonesia didirikan pada tahun 2002 dan Ario bekerja di situ sejak tahun 2003.

Di perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh keluarganya ini, Ario mengembangkan sistem operasi baru yang bisa mempercepat booking dan arus pengapalan. Dari perusahaan ini pula Ario membangun jaringan di bidang kargo. Suatu saat, Ario mendengar bahwa Etihad Airways mencari GSSA. Ia menyambar kesempatan itu dan menaruh proposal. Ario harus bersaing dengan sembilan perusahaan lain dalam tender.

Ario tertarik terjun dalam bidang ini. Pasalnya, menurut dia, modal untuk mendirikan usaha tersebut tidak terlalu besar. “Kecuali untuk bank guarantee sekitar US$ 1 juta,” katanya. Selain itu, ia cukup menyediakan ruang kantor untuk penjualan.

Ternyata, pilihan Etihad jatuh kepada perusahaan milik Ario yang dinamai PT Unique Kargo-nize. Mereka memulai pengiriman barang pertama pada 16 Maret 2006. Waktu itu, kapasitas angkut yang ditangani Unique adalah sebesar 15 ton per penerbangan, dengan jadwal terbang empat kali seminggu. “Waktu penerbangan pertama kita full,” kenang Ario. Ramainya penerbangan pertama itu juga dibantu dengan musim pengiriman yang cukup padat pada bulan Maret.

Hanya, keberuntungan pemula ini tidak bertahan lama. Total pengangkutan cenderung turun, sampai bulan Mei. Di saat inilah, Ario harus memutar otak agar perusahaannya bisa bertahan. Biasanya, tambah Ario, peak time pengiriman barang itu pada bulan Maret dan akhir tahun dari Oktober hingga Desember.

Mencari maskapai lain
Menurut Ario, perlu waktu sekitar lima bulan bagi Unique menjadi sebuah usaha yang stabil. Sekarang ini, total karyawan di Unique sebanyak 12 orang, jumlah yang cukup banyak buat perusahaan GSSA. Waktu pertama berdiri dulu, total karyawannya ada delapan orang. Selain punya kantor di Jakarta, Ario mendirikan sub GSSA di Bali dan Surabaya.

Tidak berhenti menjadi agen buat Etihad, Ario dan rekan-rekannya terus berburu. Pencarian itu akhirnya mendarat pada Qantas Airways untuk GSSA di Bali. Proses ini sudah dilakukan sejak September 2007, namun penerbangan pertama dilakukan pada bulan Januari 2008.

Untuk GSSA buat Qantas ini, Ario mendirikan perusahaan bernama PT Swift Kargonize, dengan komposisi kepemilikan saham yang hampir sama dengan Unique Kargonize. “Saya selalu memilih tiga pihak yang menjadi pemegang saham di perusahaan, tidak terlalu sedikit, tetapi tidak juga banyak,” katanya. Swift Kargonize memiliki empat orang karyawan dan sedang dalam proses penambahan.

Di perusahaan yang baru berdiri inilah sekarang waktu Ario banyak tersita. Apalagi perubahan dari representasi langsung Qantas menjadi GSSA lebih rumit daripada proses Etihad, yang sebelumnya tidak memiliki representasi langsung di Indonesia. Ia jadi kerap bolak balik Bali-Jakarta. “Tapi, targetnya dalam tiga bulan sudah bisa ditinggal,” ujar Ario yang sedang sekolah S2 di IPMI. “Hidup saya adalah work hard, play hard, study hard,” ujar suami Edwina Zuldiany Gobel ini.

Hanya, Ario tetap optimistis dan ingin terus mengembangkan bisnisnya. Maklum saja, menurut dia, sekarang ini sudah lebih banyak perusahaan penerbangan yang menggunakan jasa GSSA. “Trennya nanti lebih banyak lagi perusahaan penerbangan yang memakai jasa GSSA,” tutur Ario. Tentu, peluang yang terbuka itu menjadi incaran Ario.

Balik ke Kargo Setelah Kenyang di EO
Buat Ario Pratomo, Direktur PT Unique Kargonize dan PT Swift Kargonize, bisnis kargo bukan cita-cita. Ia lebih suka hal yang berhubungan dengan banyak orang. Kesukaan Ario di bidang itu dituangkan dengan menceburkan diri dalam pembuatan film Pelangi di Atas Prahara. Ia menjadi asisten sutradara dan koordinator casting.

Selain itu, ia juga sempat mengecap pengalaman dalam event organizer SUB Production, EO yang dimotori oleh para pelajar Indonesia di Perth. “Saya dulu juga ingin menjadi penyiar dan sempat ikut seleksi di Radio Prambors,” katanya. Tapi, karena harus berangkat ke Perth, maka ia meninggalkan proses audisi.

Sekarang ini semua kegiatan musik dan film itu hanya menjadi hobi setelah terjun ke bisnis kargo. “Hampir semua pengusaha muda yang ada di bisnis kargo ini bukan merupakan generasi penerus. Saya juga begitu,” kata dia.

Ario menggarap lahan yang agak beda dengan sang ibu, empunya Speedmark Indonesia. Kalau ibunya menggarap pasar forwarder, ia menggarap penjual ruang kargo buat perusahaan penerbangan. “Ibu saya sekarang ini jadi klien saya,” tuturnya,

Keputusan Ario masuk ke bidang kargo juga terpengaruh ibunya yang sudah sekitar 20 tahun bekerja di forwarder. “Jangka panjang, kalau tidak meneruskan usaha ibu, saya bersama adik saya ingin membuat perusahaan keluarga,” ujarnya.

Wahyu Tri Rahmawati

Sumber : http://goo.gl/McvJ9i

ROYAS AMRI BESTIAN - Otak Kanan yang Mengubah Hobi Gambar Jadi Bisnis

Bagi orang tua zaman dulu, anak yang memiliki hobi menggambar pasti ditentang keras, karena dianggap itu hanya main-main saja dan tidak memiliki masa depan. Untung Royas Amri Bestian tidak lahir di keluarga seperti itu. Ia bersama kakaknya yang sudah hobi menggambar sejak kecil, kini sukses menjalankan perusahaan agensi kreatif bidang komunikasi visual.

Royas, kelahiran Bekasi 7 Juni 1982, memiliki kegemaran menggambar sejak kecil. Bungsu daru empat bersaudara ini dari kecil sudah memanfaatkan kreativitasnya untuk mendapatkan tambahan uang saku. Saat SD, ia suka membuat pistol-pistolan dan dompet yang dijual ke teman-temannya. Di SMP, Royas yang buku pelajarannya sampai habis digambar suka membuat kartu nama yang digambar dengan spidol dan cat poster. Teman-temannya pun tertarik.

Kegemarannya berlanjut saat SMA, saat ia bersama kedua kakaknya, Riga Azhar Firdauzi dan Ogie Urvil RA, membuat komik bersama dengan label RIROGI, Riga Royas Ogie. Komik mereka ditampilkan di salah satu majalah game.

Saat kuliah di S1 Desain Komunikasi Visual, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, Royas bersama kakak-kakaknya di Jakarta membuat kaus bertema budaya Madura (karena kedua orang tuanya berasal dari sana) dengan merek Alapola, konsepnya seperti Dagadu di Yogya atau Joger di Bali. Lulus kuliah pada 2005, ia bergabung dengan kedua kakaknya dan satu orang temannya untuk membuat perusahaan di bidang komunikasi visual, bernama SignDesign. Omong-omong, nama ini terinspirasi dari logat bicara orang Madura yang suka mengulang-ulang, seperti “te-sate”. Sambil mengembangkan SignDesign, Royas juga bekerja di perusahaan lain sebagai art director untuk menggali ilmu dan pengalaman. Setelah empat tahun, ia resign untuk fokus di SignDesign. 

Awal memulai SignDesign, Royas dan ketiga partnernya melakukan semuanya sendiri. Seperti saat menempel nama sales satu per satu di 3.000 buah buku, atau mencetak seribu buah pin. Pengalaman pahit pernah mencetak ulang ribuan brosur dan buku karena kesalahan menjadi pengalaman berharga


Tahun 2007, SignDesign diresmikan dalam badan hukum bernama PT Mazaya Asareng. Jumlah karyawan pun sudah 7 orang. Bersama timnya yang disebut The Right Brain Workers, SignDesign mengukuhkan posisinya sebagai agensi visual kreatif yang menelurkan ide untuk bentuk komunikasi maupun branding berbagai perusahaan lokal hingga multinasional. Penerapannya bisa berbentuk apa saja, tidak Cuma desain namun juga printing, mechandisin, video, forografi, dan ilustrasi.

Untuk mempromosikan jasanya, mereka melakukan “jemput bola” melalui pameran. Dasar otak kanan yang kreatif, buka pameran desain yang mereka ikuti, namun pameran haji dan umroh karena melihat bahwa target pasar disana membutuhkan jasanya. SignDesign pun berhasil mendapatkan klien satu biro haji dan umroh yang mempercayakan desain company profile, buku umroh anak, dan multimedia. Tahun 2009, omset SignDesign mencapai Rp1,2 miliar pertahun. Royas pun diganjar sebagai Finalis Nasional Wirausaha Muda Mandiri tahun 2009.



Quick Tips

Hobi bisa menjadi awal bisnis. Namun, kita harus memiliki kemampuan melihat kebutuhan pasar agat hobi kita bisa “dibeli”.

Sumber : Buku 101 young CEO

ROESTIANDI TSAMANOV - Berjuang Memperkenalkan Teknologi Pengelasan Laser

Mengadopsi teknologi dari luar negeri untuk diterapkan dan dipasarkan di Indonesia sungguh tidak mudah. Roestiandi Tsamanov merasakan hal itu, ia harus berjuang sangat keras selama dua tahun untuk bertahan hidup karena percaya bahwa teknologi laser welding (pengelasan laser) sangat potensial di Indonesia.


Kisah bisnis pemuda kelahiran Jakarta, 8 November 1982 ini baru dimulai saat ia kuliah di Jurusan Mechatronics Swiss German University, Tangerang. Saat semester 6, Manov mendapat kesempatan ke Jerman untuk magang. Ia berdoa sebelum lepas landas agar di Jerman ia mendapatkan kontak atau net work yang bermanfaat untukya yang ingin berbisnis sepulangnya ke Indonesia.

Manov magang di DSI Laser Service GmbH, perusahaan bidang pengelasan laser. Pengelasan laser adalah teknologi untuk menambal atau memperbaiki cacat yang terjadi pada cetakan di industri otomotif atau elektronik. Hasil pengelasan laser jauh lebih bagus jika dibandingkan dengan pengelasan biasa, sekaligus jauh lebih mahal.

Tidak hanya bekerja, Manov sering berbincang dengan pemilik perusahaannya, Christian Frank, untuk memahami industri pengelasan laser ini. Ternyata teknologi ini masi relatif baru di dunia, klien perusahaan magangnya pun perusahaan-perusahaan kelas dunia seperti Mercedes-Benz. Ia melakukan pencarian di internet dan tidak menemukan ada perusahaan seperti ini di Indonesia. Frank mendukung niatnya untuk membawa teknologi ini ke Indonesia. Doanya terkabul.

Tantangan demi tantangan menghampiri Manov saat merealisasikan idenya tahun 2005. Tantangan pertama datang dari segi modal finansial. Harga mesin las laser saja sangat mahal, lebih dari Rp1 miliar, belum kebutuhan lainnya. Bank tidak memberikan modal untuk UKM yang baru dimulai (harus lebih dari dua tahun dulu), venture capital  juga demikian. Tantangan pertama dilewati dengan menggunakan jaminan rumah ayahnya untuk meminjam dari bank.

Tantangan kedua datang dari penerimaan pasar. Berbagai perusahaan otomotif dan elektronik besar yang ditawari Manov masih ragu akan teknologi ini, apalagi harganya sangat mahal. Manov pun memetakan ulang segmen pasarnya, hanya beberapa perusahaan spesifik yang jadi target pasarnya.
Akhirnya ada juga perusahaan yang mau mencoba, walaupun dengan harga yang lebih murah dan waktu pengerjaan yang lebih cepat. Akan tetapi, order tersebut berbuah order-order selanjutnya, penjualan di tahun berikutnya pun meningkat dua kali lipat. Manov pun dapat mengembangkan bisnisnya dengan membeli bangunan di kawasan industri Jababeka serta menambah mesin.


Dua tahun pertama berbisnis, 2005-2007, Manov tidak digaji, karena pendapatan perusahaannya hanya cukup untuk majan, operasionalm dan membayar cicilan utang. Tantangan terbesar yang ia rasakan sebagai pengusaha yang memulau dari minus (utang) adalah mengenai arus kas alias cashflow. Manov harus membayar cicilan utangnya tepat waktu walaupun pendapatannya masih sulit, sehingga ia benar-benar waspada atas uang kas yang masuk perusahaan dan pengeluaran yang harus dikeluarkan.


Tahun-tahun berikutnya, Manov tinggal memetik buah kerja kerasnya. Astra Hinda Motor, Daihatsu, Toyota, Hino, dan Epson dan lebih dari 150 perusahaan besar lainnya menjadi langganannya. Omset miliaran rupiah per tahun diraihnya. Manov pun diganjar berbagai penghargaan sebagai pengusaha muda yang inspiratif.



Quick Tips
Perhatikan cashflow! Manov bilang, sekarang ia banyak menemukan pengusaha baru yang hanya melihat prospek penjualan yang bagus namun lengah terhadap uang kas. Walaupun penjualan bagus, mereka tetap kesulitan dan terancam bangkrut. Sederhana, tapi penting.
Order pertama dapat menjadi portofolio kesuksesan bisnis. Walaupun sulit, dapatkan order pertama, order-order berikutnya akan lebih mudah didapat.

Sumber: Buku 101 Young CEO

 

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More